MANIFESTO
DECEMBER 7 – 30, 2019
Kayu – Lucie Fontaine’s branch in Bali, Indonesia – is pleased to present its tenth project, “Manifesto”, a solo exhibition by Australian artist Sally Smart.
Smart is one of Australia’s leading contemporary artists recognized internationally for large-scale cut-out assemblage installations and increasingly, performance and video. Her practice engages identity politics and the relationships between the body, thought and culture including trans-national ideas that have shaped cultural history.
The exhibition at Kayu includes new works, two installations and one performance, which focus on the relation between body and space. The installations are displayed in Kayu’s space as well as outside in the amphitheater while the performance is presented in three different locations of Setiadarma – The House of Mask and Puppet compound: the Joglo, the amphitheater and Batu Art Space.
The exhibition is accompanied by an essay by Professor Rachel Fensham, a dance and theatre scholar, and Assistant Dean of the Digital Studio, Faculty of Arts at the University of Melbourne.
“Manifesto” will be on view from December 7 to December 30, 2019. If you need further information you can either contact Lucie Fontaine’s employee in Bali through the email kayu@luciefontaine.com or connect through its website www.kayu-luciefontaine.com
.
MANIFEST/O
By Rachel Fensham, University of Melbourne
Hold something – it could be paper, or fabric, and it may be steel (or bamboo) – in two hands. Turn it around. Cut it into two, or maybe, three pieces. One thing has become more than one.
We live in a world of images, they fill our screens, and we’ve seen too much horror and destruction, and the exertion of male power over bodies. The time when the singularity of the image, or the auratic conception of art, held value has disappeared. Artists have used ready-mades, cut-out newsprint, found frottage patterns in wood, weavings, carvings, and body-parts; they have made works that live and disappear from grass, ice, flesh, water and wind.
Things materialize and dematerialize, and the artist too shifts in relation to the temporality of the object: “a multitude of soap bubbles which explode from time to time” speaks of the ephemerality of exhibition, and the finiteness of experience (Pino Pascali, 1967-68).
Today, we rifle through the books from the history of the twentieth century artistic avant-garde; there are many names, more men than women; collect them, the women that is. Tear out the pages and shuffle them into another order, not the order of a given hierarchy of signs or codes, but one that connects a forgotten image to a new ally. This time perhaps it is a visual artist, another time it might be a choreographer, making “radical changes in a mundane way” (Trisha Brown, 1978). Make a movement between one thought and another with the ladder, the lighting, the gesture, and the objects on the wall, in the studio, the gallery, and the house.
Manipulate these pages, and personages, over and over like setting a table for dinner, making the guests sit with one another in conversation. Everything exists on the same level, a plane of immanence, as an event in time. Travel to see and to show in the big cities – then take up the work again, talk, listen, and absorb quietly. In West and East, observe their gardens, their tiled floors, their arched doors, their textiles, their utensils and ornaments, and the pleasure of color, of form and of light. Learn from those artists who live in this other place, which is their home. Work with them in their studios, workshops and galleries. A voice may echo in your ear, it is “impossible to create the same art work in different environments” (Entang Wiharso, 2014).
There must be an exchange, passive or assertive, immediate or maybe just a trace. It accumulates in the body. Absorb what others have to say, leave things behind, and over time the politics of the transaction may change the scope of your reality.
Make a plan, and construct a scheme or project, a way of placing this art into the world. The materials will become manifest in the construction, which is the process of moving from the vocabulary of signs towards the three-dimensional, to find a work that must be inhabited. The fragile frame reveals and hides what we expect to see, and the shapes – whether in the form of trees or birds, or hands and feet – float on the wall, or hang in the air. The actual presence of objects changes our artistic priorities from fixed interpretations of history, of power dynamics, of story and myth, to a performance in which puppets become dancers that rotate, words chime with music, and silhouettes hold the blurred outlines of memory.
On this platform that stands somewhere between the past time and the present, the artist Sally Smart assembles all these things, to put them in place, as manifest. If there is a before – the ideology of those subjects found in books, in histories and in places – it has been remade as present, in this act of holding the materials of this old place and this new time, for this moment of viewing.
It is your turn now, you hold it, you cut, and you make.
.
MANIFESTO
7-30 DESEMBER 2019
Kayu – cabang Lucie Fontaine di Bali, Indonesia – dengan bangga mempersembahkan proyeknya yang kesepuluh, “Manifesto”, pameran tunggal oleh perupa Australia, Sally Smart.
Smart adalah salah satu perupa kontemporer terkemuka Australia yang karya instalasi rakitan skala besarnya diakui secara internasional. Karya pertunjukan dan karya videonya juga semakin diakui. Praktik seni Smart melibatkan politik identitas dan hubungan antara tubuh, pemikiran dan budaya yang mencakup berbagai gagasan transnasional yang telah membentuk sejarah budaya.
Pameran Smart di Kayu menampilkan karya-karya baru, dua instalasi dan satu pertunjukan, yang berfokus pada hubungan antara tubuh dan ruang. Karya instalasi ditampilkan di ruang Kayu dan ampiteater di luar. Pertunjukan disajikan di tiga lokasi yang berbeda di kompleks Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma: Joglo, ampiteater dan Batu Art Space.
Pameran ini disertai esai Profesor Rachel Fensham, sarjana tari dan teater serta Pembantu Dekan Studio Digital, Fakultas Seni Rupa Universitas Melbourne.
“Manifesto” akan berlangsung mulai 7 Desember hingga 30 Desember 2019. Informasi lebih lanjut bisa didapatkan dengan menghubungi staf Lucie Fontaine di Bali melalui email kayu@luciefontaine.com, atau situs web www.kayu-luciefontaine.com.
.
MANIFEST/O
Oleh Rachel Fensham, Universitas Melbourne
Pegang sesuatu – bisa kertas, atau kain, dan mungkin baja (atau bambu) – dengan dua tangan. Balikkan. Potong jadi dua, atau mungkin tiga. Satu benda telah menjadi lebih dari satu.
Kita hidup di dunia citra, citra memenuhi layar di hadapan kita, dan kita telah melihat terlalu banyak kengerian dan kehancuran, dan pengerahan kuasa laki-laki atas tubuh. Masa ketika ketunggalan citra, atau konsepsi auratik seni, ada nilainya, telah berlalu. Para perupa telah menggunakan benda keseharian, potongan koran, pola permukaan kayu temuan, tenunan, ukiran dan bagian tubuh; mereka telah membuat karya yang hidup dan lenyap, dari rumput, es, daging, air dan angin.
Segala sesuatu mewujud dan hilang wujud, dan perupa pun bergeser dalam kaitannya dengan temporalitas objek: “Tak terhingga gelembung sabun yang meledak dari waktu ke waktu” berbicara tentang kesebentaran pameran, dan keterbatasan pengalaman (Pino Pascali, 1967- 68).
Hari ini kita bongkar buku-buku dari sejarah seni garda-depan abad ke-20; ada banyak nama, lebih banyak laki-laki daripada perempuan; kumpulkan mereka, perempuannya. Robeklah halaman-halamannya dan kocoklah menjadi tatanan lain, bukan tatanan hierarki tanda atau kode yang telah ditentukan, melainkan tatanan yang menghubungkan citra yang terlupakan dengan sekutu baru. Kali ini mungkin perupa, kali lain mungkin koreografer, yang membuat “perubahan radikal dengan cara biasa” (Trisha Brown, 1978). Buatlah gerakan antara pikiran yang satu dan yang lain dengan tangga, pencahayaan, gestur, dan benda-benda di dinding, di studio, galeri dan rumah.
Susunlah halaman-halaman itu, dan tokoh-tokoh itu, berulang-ulang seperti mengatur meja untuk makan malam, membuat para tamu duduk ngobrol dengan satu sama lain. Semuanya ada pada tataran yang sama, dataran imanensi, sebagai peristiwa dalam waktu. Bepergianlah untuk melihat dan menampilkan di kota-kota besar – lalu mulai bekerja lagi, berbicara, mendengarkan, dan menyerap dalam diam. Di Barat dan Timur, amatilah kebun mereka, lantai ubin mereka, pintu lengkung mereka, tekstil mereka, peralatan dan ornamen mereka, dan kesenangan terhadap warna, bentuk dan cahaya. Belajarlah dari para perupa yang tinggal di tempat lain itu, tempat yang menjadi rumah mereka. Bekerjalah bersama mereka di studio, bengkel dan galeri mereka. Mungkin ada suara bergema di telingamu, “mustahil menciptakan karya seni yang sama di lingkungan yang berbeda” (Entang Wiharso, 2014).
Pasti ada pertukaran, pasif atau asertif, langsung atau mungkin hanya jejak. Pertukaran itu terakumulasi di tubuh. Seraplah yang dikatakan orang lain, tinggalkan sesuatu, dan seiring waktu, politik transaksi itu bisa mengubah ruang lingkup realitasmu.
Buatlah rencana, dan bikinlah skema atau proyek, suatu cara untuk menempatkan seni ini di dunia. Bahan-bahan itu akan mendapatkan wujudnya dalam pembikinan tersebut, yang merupakan proses perpindahan dari kosakata tanda ke tiga dimensi, untuk menemukan sebuah karya yang harus berpenghuni. Bingkai rapuh mengungkapkan dan menyembunyikan apa yang kita harapkan untuk kita lihat, dan bentuk-bentuk – entah berbentuk pohon atau burung, atau tangan dan kaki – mengambang di dinding, atau tergantung di udara. Kehadiran aktual objek-objek mengubah prioritas artistik kita dari interpretasi beku terhadap sejarah, dinamika kekuatan, cerita dan mitos, ke pertunjukan tempat boneka menjadi penari yang berputar, kata-kata berkelindan dengan musik, dan siluet mengusung kontur kabur ingatan.
Pada platform ini yang berdiri di suatu tempat di antara masa lalu dan masa kini, perupa Sally Smart merakit semua itu, untuk dipancangkan, sebagai berwujud, manifes. Jika ada sebelum – ideologi subjek-subjek yang terdapat dalam buku, sejarah dan tempat – maka sebelum telah dibuat-ulang sebagai sekarang, dalam tindakan memegang bahan-bahan dari tempat lama ini dan waktu baru ini, pada saat pagelaran ini.
Sekarang giliranmu. Peganglah, potonglah, dan buatlah.