BASA WALIKAN BATIK TRANSCRIPTIONS
September 03rd – October 03rd, 2015
Kayu – Lucie Fontaine’s branch in Bali, Indonesia – is pleased to present its third project “Basa Walikan Batik Transcriptions,” a solo exhibition by Romanian artist Radu Comşa.
Radu Comşa (1975, Cluj-Napoca, Romania) sees the art object as a form of intellectual replica of his own design of thoughts. He merges divagations, extractions, and references into “transcriptions” – from one material to another, from one shape to another, from one conceptual frame to another – conceptualizing the notions of “painting overall” and “expanded painting.” His paintings are nomadic figures constantly moving from different contexts, structures, frames, and surfaces, which the artist integrates into the given environment through a complex relationship between art and life.
Following Kayu’s vision, Radu Comşa decided to integrate his artistic practice within the Indonesian context: the title of the exhibition refers to one of Indonesian language registers, the Basa Walikan* [‘reverse language’] from Yogyakarta, which is based on the ngoko** level of Javanese language. Its words come from a formula that is based on the Javanese script hanacaraka, an Indic typescript composed by twenty symbols. Each symbol conveys a syllable that consists of a consonant and the vowel “a,” which can change through the use of additional signs. This twenty-symbol alphabet is usually arranged in four horizontal lines, each line containing five consonant-vowel (CV) pairs. Basa Walikan words are formed regularly from ngoko words by moving each CV pair in a word two lines vertically. Line 1 switches with line 3 and line 2 switches with line 4. The original consonant in each CV pair is replaced by the new consonant, but the vowel – or lack thereof – does not change.
The result of Comşa’s exploration of the Basa Walikan language is the creation of seven new “transcriptions,” which the artist translated into his fabric-paintings and consequently sewn to sun chairs. Produced in collaboration with the Bali-based Italian brand, Quarzia***, which works with Indonesian artisans, these seven fabric-paintings are consequently transcribed into batik.
Batik is a word that refers to either the technique of wax-resist dyeing applied to whole cloth or to cloths made through this very same technique. It is made either by drawing dots and lines of the resist with a spouted tool called “canting” or by printing the resist with a copper stamp called “cap.” The applied wax resists dyes and therefore allows the artisan to colour selectively by soaking the cloth in one colour, removing the wax with boiling water, and repeating if multiple colours are desired. In Indonesia the batik has diverse patterns, which mostly are symbolic and influenced by a variety of cultures; due to the routes of Dutch colonizers, this technique – and its multiple variations – became very popular in West Africa and then – through various waves of immigration – it became part of cosmopolitan fashion trends in cities like London.
Displayed in Kayu’s antique joglo, Radu Comşa’s artworks are choreographed in order to create an inquisitive environment where codes, shapes and materials collide and interlace into continuous dialogues between art, language and culture that prompt further questions and explorations.
“Basa Walikan Batik Transcriptions,” will be on view from September 3 to October 3, 2015. If you need further information you can either contact Lucie Fontaine’s employee in Bali through the email kayu@luciefontaine.com or connect through its website www.kayu-luciefontaine.com
* The origin and current status of Basa Walikan Yogyakarta is surrounded by popular legends. One of them describes Basa Walikan as a secret language that was created by young Javanese nationalists during the 1940s. It is said that young patriots used Basa Walikan in order communicate without being discovered by the Javanese-speaking Dutch government officials. It is also said that Basa Walikan was created for secret communications among local criminals in the 1970s and 1980s
** Ngoko is the Javanese informal speech, used between friends and close relatives. It is also used by people of higher statuses – such as elders and bosses – addressing those of lower status – such as young people and workplace subordinates.
*** Founded in 2004, Quarzia is a Bali-based Italian brand specialized in contemporary clothing that are produced through the employment of traditional Indonesian batik dyeing techniques carefully handmade by skilled artisans.
.
BASA WALIKAN BATIK TRANSCRIPTIONS
03 September – 03 Oktober, 2015
Kayu, cabang Lucie Fontaine di Bali, Indonesia, dengan bangga mempersembahkan proyek ketiga, “Basa Walikan: Transkripsi Batik”, pameran tunggal perupa Rumania, Radu Comsa.
Radu Comsa (1975, Cluj-Napoca, Rumania) memandang obyek seninya sebagai sebentuk replika intelektual dari desain pikirannya sendiri. Comsa menggabungkan pengembaraan, penyulingan dan acuan menjadi “transkripsi” – dari satu bahan ke bahan lain, dari satu bentuk ke bentuk lain, dari satu kerangka konseptual ke kerangka konseptual lain – yang mengonseptualkan pengertian tentang “melukis keseluruhan” dan “lukisan yang meluas”. Lukisan Comsa menampilkan figur-figur kelana yang terus bergerak dari berbagai konteks, struktur, kerangka dan permukaan, yang dipadukan oleh perupa ke dalam lingkungan tertentu melalui hubungan rumit antara seni dan kehidupan.
Sejalan dengan visi Kayu, Radu Comsa memutuskan untuk mengintegrasikan praktik seninya ke dalam konteks Indonesia: judul pameran ini mengacu pada salah satu ragam bahasa di Indonesia, Basa Walikan* [‘bahasa terbalik’] dari Yogyakarta, yang didasari bahasa Jawa ngoko**. Kata-kata Basa Walikan bersumber dari rumus yang didasari aksara hanacaraka Jawa, jenis aksara asal India yang terdiri dari dua puluh lambang. Tiap lambang mewakili suku kata yang terdiri dari konsonan dan vokal “a”, yang dapat berubah melalui penggunaan tanda-tanda tambahan. Dua puluh lambang abjad itu biasanya tersusun dalam empat baris horisontal, tiap baris berisi lima pasangan konsonan-vokal (KV). Kata-kata Basa Walikan dibentuk secara teratur dari kata-kata ngoko dengan memindahkan tiap pasangan KV dalam sebuah kata sejauh dua baris secara vertikal. Baris 1 ditukar dengan baris 3, dan baris 2 ditukar dengan baris 4. Konsonan semula dalam tiap pasangan KV diganti dengan konsonan baru, tapi vokalnya – atau ketiadaan vokalnya – tidak berubah.
Eksplorasi Comsa terhadap Basa Walikan menghasilkan terciptanya tujuh “transkripsi” baru, yang diterjemahkan oleh sang perupa ke dalam lukisan-kain karyanya, yang kemudian dijahit pada kursi malas. Diproduksi bekerjasama dengan perusahaan Italia yang bermarkas di Bali, Quarzia***, yang memperkerjakan pengrajin Indonesia, tujuh lukisan-kain Comsa beralih rupa menjadi batik.
Batik adalah kata untuk menyebut teknik perintang pewarnaan dengan menggunakan cairan lilin yang diterapkan pada seluruh permukaan kain, atau kata untuk menyebut kain yang dihasilkan dengan menerapkan teknik itu. Batik dibuat dengan menerakan cairan lilin untuk menggambar titik-titik dan garis-garis pada kain menggunakan alat tulis yang disebut “canting”, atau menggunakan alat cetak dari tembaga yang disebut “cap”. Lilin yang menempel pada kain akan menolak zat pewarna, sehingga pembatik dapat mewarnai bagian-bagian kain yang dikehendaki dengan mencelupkan kain ke dalam cairan pewarna, menghilangkan lilin pada kain dengan air mendidih, dan mengulangi proses pewarnaan jika ingin mendapatkan lebih dari satu warna. Di Indonesia, batik memiliki beragam corak yang sebagian besar simbolis dan dipengaruhi berbagai budaya. Derap langkah penjajah Belanda menyebabkan teknik batik – dan bermacam-macam variasinya – menjadi sangat populer di Afrika Barat, dan kemudian ¬– melalui berbagai gelombang imigrasi – menjadi bagian dari tren mode kosmopolitan di kota-kota besar seperti London.
Dipamerkan di joglo antik Kayu, karya seni Radu Comsa ditata untuk menciptakan suatu lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu, tempat berbagai kode, bentuk dan bahan bertabrakan dan teranyam menjadi dialog yang berkelanjutan antara seni, bahasa dan budaya yang memancing pertanyaan dan penjelajahan lebih jauh.
“Basa Walikan: Transkripsi Batik” akan dipamerkan pada 3 September – 3 Oktober 2015. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi perwakilan Lucie Fontaine di Bali melalui email kayu@luciefontaine.com atau website www.kayu-luciefontaine.com
* Asal-usul dan status Basa Walikan Yogyakarta dikitari berbagai legenda populer. Salah satu legenda melukiskan Basa Walikan sebagai bahasa rahasia yang diciptakan kaum nasionalis muda Jawa pada dekade 1940-an. Konon para patriot muda menggunakan Bahasa Walikan untuk berkomunikasi agar pejabat pemerintah Belanda yang bisa berbahasa Jawa tidak dapat menangkap isi pembicaraan. Ada juga yang mengatakan Basa Walikan diciptakan sebagai sarana komunikasi rahasia di kalangan kriminal setempat pada era 1970-an dan 1980-an.
** Ngoko adalah ragam bahasa informal Jawa yang digunakan di kalangan teman dan kerabat dekat. Ragam bahasa ini juga digunakan oleh orang yang berstatus lebih tinggi – misalnya orang yang lebih tua dan majikan – untuk berbicara dengan orang yang berstatus lebih rendah – misalnya anak muda dan bawahan di tempat kerja.
*** Didirikan pada tahun 2004, Quarzia adalah perusahaan bermerek Italia yang bermarkas di Bali. Perusahaan ini bergerak di bidang usaha produksi busana kontemporer yang dibuat oleh pengrajin terampil dengan menggunakan teknik batik tulis tradisional Indonesia.