DOMESTICITY V
August 16th – September 14th, 2014

Lucie Fontaine is pleased to present “Domesticity V” the opening exhibition of Kayu [“wood” in Indonesian], Lucie Fontaine’s new branch in Bali, Indonesia.

The project celebrates 2014 the year of the Yang Wood Horse in accordance to the Chinese calendar; the artists invited are : Leonardiansyah Allenda, Arahmaiani, Lupo Borgonovo & Lisa Rampilli, Radu Comşa, Patrizio Di Massimo, Fendry Ekel, Erianto, Claire Fontaine, Dor Guez, Mella Jaarsma, Alfi Jumaldi, Agnieszka Kurant, Daniella Isamit Morales, Corrado Levi, Alice Mandelli, Ciprian Mureşan, Luigi Ontani, Eli Petel, Matteo Rubbi, Abdi Setiawan, Melati Suryodarmo, Alice Tomaselli, Júlia Vécsei, Lina Viste Grønli, Jessica Warboys, Entang Wiharso and books provided by IVVA.

The fifth iteration of a series of exhibitions previously presented in Prague, Stockholm, Miami and New York, “Domesticity V” continues to investigate the relationship – or lack thereof – between contemporary art and domestic spaces. This presentation specifically reflects upon issues linking Indonesia to Italy, especially the importance given to the notion of family and bonds, whether they are genetic or not; furthermore the project is located in a house, or Joglo referring to the context of Rumah Topeng dan Wayang [the house of masks and puppets].

A traditional Javanese vernacular for house, Joglo consists of two parts: the pendopo or front section that has a large roofed space with columns and no walls; the dalem refers to the inner sections including the bedrooms and kitchen. Pendopo is the living room, while the dalem is more private. The term “Joglo” usually refers to the distinctive roof with a rising central part supported by four or more main wooden columns, while the outer row of columns with a rectangular plan creates expansion spaces. It is said that this kind of roof is constructed to mimic a mountain. Joglos mostly originate from Middle Eastern Java and are made of teak wood.

Rumah Topeng dan Wayang is an intimate place in Mas, Bali, Indonesia that aims to preserve and show Indonesian traditional culture through a collection of masks and puppets but also through artistic activities, such as art exhibitions, music concerts, performance, dance and culinary events. Underlining the intimate and domestic way of collecting and preserving art, the owner has deliberately decided to call his initiative rumah [house], instead of calling it a museum, and to host his collection of masks and puppets (approximately 4660 pieces) in four different Joglos1.

Within this context and on the occasion of “Domesticity V,” Lucie Fontaine brought one of the four Joglos back to its original function : a house, a living space in which contemporary art from Indonesia and abroad is displayed alongside antique furniture from the collection of Hadi Sunyoto and selected by Lucie Fontaine’s employee at Kayu. In a continuous interchange between past and present, this new encounter between this traditional environment and contemporary art gives new life and new meaning to the artworks and to the place.

The identity of Lucie Fontaine’s Indonesian branch comes from a feeling of intimacy and memory; it comes from the desire to transform the house in a mental space in which the furniture, and its memories of distant domestic use, are put in dialogue with the intimate feeling that characterizes the creation of artworks. The environment created by Lucie Fontaine follows the tradition of the French salon, where visitors are invited to interact with the space, sit, read and learn about contemporary art* within a space that gives time to “look at how things move, talk, collide.”**

Through this first exhibition, Lucie Fontaine will present the modus operandi that will distinguish the first year of programming at Kayu, her Indonesian branch, open only by appointment. You can contact Lucie Fontaine’s employee in Bali through this email: kayu@luciefontaine.com and connect through its website www.kayu-luciefontaine.com

* The books are provided by IVAA’s archive (Indonesian Visual Art Archive), a non-profit organization founded in Yogyakarta in April 2007 and evolving from the Cemeti Art Foundation (1995-2007) following a new format in which a center for documentation and art archive provision functions as library and research facilitator.
** Elio Grazioli, La collezione come forma d’arte (Monza : Johan & Levi, 2012) : pag. 96.

Domesticity V Exhibition brochure (PDF)

.

DOMESTICITY V
16 Agustus – 14 September, 2014

Lucie Fontaine dengan bangga mempersembahkan “Domesticity V” pameran perdana dari Kayu, cabang terbaru Lucie Fontaine di Bali, Indonesia.

Proyek ini merayakan tahun 2014, yang menurut kalender lunisolar adalah tahun Kuda Kayu Yang.
Seniman-seniman yang diundang adalah: Leonardiansyah Allenda, Arahmaiani, Lupo Borgonovo & Lisa Rampilli, Radu Comşa, Patrizio Di Massimo, Fendry Ekel, Erianto, Claire Fontaine, Dor Guez, Mella Jaarsma, Alfi Jumaldi, Agnieszka Kurant, Daniella Isamit Morales, Corrado Levi, Alice Mandelli, Ciprian Mureşan, Luigi Ontani, Eli Petel, Matteo Rubbi, Abdi Setiawan, Melati Suryodarmo, Alice Tomaselli, Júlia Vécsei, Lina Viste Grønli, Jessica Warboys, Entang Wiharso dan buku-buku yang disediakan oleh IVVA.

Edisi kelima dari serangkaian pameran yang sebelumnya dipresentasikan di Praha, Stockholm, Miami and New York, “Domesticity V” terus menyelidiki keberadaan dan ketiadaan hubungan antara seni kontemporer dan ruang domestik. Edisi ini secara khusus mencerminkan isu-isu yang menghubungkan antara Indonesia dan Italia yang mengaitkan pentingnya gagasan mengenai keluarga dan ikatan kekeluargaan baik secara genetik ataupun tidak; lebih lanjut lagi, proyek ini terletak di sebuah rumah atau Joglo mengacu pada konteks dari Rumah Topeng dan Wayang.

Sebuah bahasa Jawa tradisional untuk rumah, Joglo terdiri atas dua bagian: pendopo adalah bagian depan yang memiliki sebuah ruang beratap yang cukup besar dengan sejumlah tiang dan tanpa sekat; dalem adalah bagian-bagian dalam dengan ruang-ruang tidur dan dapur. Pendopo adalah ruang tamu, sedangkan dalem sifatnya lebih pribadi. Istilah “Joglo” biasanya mengacu pada atap yang unik dengan sebuah bagian tengah yang naik dan ditopang dengan empat atau lebih tiang kayu utama, sedangkan barisan bagian luar dari tiang-tiang dengan rancangan persegi panjang memberi kesan ruangan lebih luas. Atap jenis ini dikonstruksikan meniru gunung. Sebagian besar Joglo berasal dari Jawa Timur bagian tengah dan biasanya terbuat dari kayu jati.

Rumah Topeng dan Wayang adalah sebuah tempat yang bersuasana nyaman di Mas, Bali, Indonesia yang bertujuan untuk melestarikan dan memamerkan kebudayaan traditional Indonesia tidak hanya melalui serangkaian koleksi topeng dan wayang tapi juga melalui kegiatan-kegiatan seni, seperti pameran seni, konser musik, pertunjukkan, acara kuliner dan tari-tarian. Menggaris bawahi kenyamanan dan cara domestik dalam mengumpulkan dan melestarikan seni, pemilik telah dengan sengaja menjadikan tempat ini sebagai sebuah rumah, bukan museum, dan untuk menaungi koleksi topeng-topeng dan wayang-wayangnya yang berjumlah sekitar 4660 di dalam empat Joglo yang berbeda.

Dalam konteks ini dan acara “Domesticity V,” Lucie Fontaine membawa salah satu dari keempat joglo ini ke fungsi aslinya: sebuah rumah, ruang hidup yang di dalamnya karya seni kontemporer dari Indonesia dan mancanegara dipamerkan bersamaan dengan furnitur antik dari koleksi Hadi Sunyoto dan dipilih oleh pekerja dari Lucie Fontaine di Kayu. Dalam suatu pertukaran berkesinambungan antara masa lalu dan masa kini, pertemuan baru antara lingkungan tradisional dan seni kontemporer memberikan hidup baru dan makna baru kepada karya seni dan kepada tempat ini.

Identitas cabang Lucie Fontaine Indonesia berangkat dari suatu perasaan nyaman dan kenangan yang mendalam; Hal ini datang dari keinginan untuk mentransformasi rumah ini dalam suatu ruang jiwa di mana furnitur dan kenangan dari penggunaaan domestik masa lampaunya ditempatkan dalam suatu dialog dengan kreasi keakraban yang memberi keunikan tersendiri pada setiap karya seni. Lingkungan yang diciptakan oleh Lucie Fontaine mengikuti tradisi salon Perancis, di mana para pengunjung diundang untuk berinteraksi dengan ruang, membaca, dan mempelajari seni kontemporer* dengan suatu ruang yang memberikan kesempatan untuk “melihat bagaimana segala hal bergerak, berbicara dan berbenturan.”**

Dengan pameran pertama ini, Lucie Fontaine akan mempresentasikan modus operandi yang akan mempertunjukkan program tahun pertama di Kayu, cabangnya di Indonesia, dan hanya bisa dikunjungi dengan cara membuat janji. Anda bisa menghubungi pekerja Lucie Fontaine di Bali melalui email: kayu@luciefontaine.com dan situs web www.kayu-luciefontaine.com

* Buku-buku disediakan oleh IVAA (Indonesian Visual Art Archive), organisasi non profit yang didirikan di Yogyakarta pada April 2007 dan merupakan perkembangan dari Cemeti Art Foundation (1995-2007) yang mengikuti format baru dimana sebuah pusat untuk dokumentasi dan arsip seni berfungsi sebagai perpustakaan dan fasilitator penelitian.
** Elio Grazioli, La collezione come forma d’arte (Monza : Johan & Levi, 2012) : hal. 96.

Domesticity V Exhibition brochure (PDF)

/SEARCH


type and hit 'enter'